Sebagian umat hingga kini masih ada keraguan untuk memilih instrumen investasi. Keraguan itu tidak hanya bersumber dari tingkat risiko dan imbal hasil yang akan diterima dari setiap instrumen investasi, tetapi juga berkaitan dengan masalah syariah, halal dan haram. Maklum hingga saat ini, dunia investasi --terutama di industri keuangan-- masih sering dihadapkan oleh sikap masyarakat yang masih terpolarisasi diantara pemikiran tradisional, konvensional dan modern. Sebuah contoh yang sederhana adalah soal bunga bank atau bunga deposito. Masih ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syariah, mengandung riba dan tidak halal. Kelompok masyarakat yang memiliki pemikiran seperti ini sudah barang tentu tidak akan menyimpan uangnya di bank. Mereka lebih suka, merasa aman dan nyaman menyimpan uangnya di 'bawah bantal' kendati uang itu menjadi tidak berkembang sama sekali. Ini hanya contoh kecil yang sederhana. Nah, disisi lain jumlah masyarakat yang memiliki pemikiran dogmatis seperti ini tidak sedikit.
Aset mereka jika diakumulasi mencapai jumlah yang amat besar. Makanya jangan heran jika lebih dari satu dasawarsa lalu dunia bisnis dan investasi mulai mencari jalan keluar agar bisa memanfaatkan dana di bawah bantal yang berlimpah tersebut. Konsep bisnis syariah, instrumen investasi syariah muncul di mana-mana, tidak hanya di negara yang penduduknya beragama Islam. Di negara kapitalis yang penduduk muslimnya minoritas juga tumbuh bisnis atau instrumen investasi berbasis syariah. Para pengelola dana rupanya sadar betul bahwa potensi dana yang dimiliki umat muslim di seluruh dunia amat berlimpah. Dari Timur Tengah --pusat umat muslim dunia-- misalnya, gemerincing uang minyak seolah tidak pernah habis. Belum lagi di belahan bumi lainnya.
Di Indonesia saja --penduduknya yang sebagian besar muslim-- menyimpan dana yang sangat besar. Karenanya jangan heran kalau mulai banyak ditawarkan produk-produk investasi berbasis syariah. Produk investasi berbasis syariah berarti produk investasi itu sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterapkan oleh syariah. Umat Islam kini semakin mudah untuk mendapatkan instrumen investasi tanpa kuatir dan ragu. Di pasar modal, istilah syariah sudah dikenal cukup lama. Bahkan, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyediakan indeks khusus saham berbasis syariah yang dikenal dengan Jakarta Islamic Indeks (JII). Saham yang masuk dalam perhitungan JII adalah saham-saham yang memang berbasis syariah. Namun begitu, tidak semua saham berbasis syariah masuk dalam perhitungan indeks syariah. Semakin lama, instrumen investasi berbasis syariah semakin popular di masyarakat.

Di kalangan perbankan mulai muncul bank syariah. Bahkan bank-bank konvensional mulai banyak yang mengeluarkan produk syariah. Sebagian lain bahkan mendirikan anak usaha berbasis syariah. Kecenderungan seperti itu tidak hanya terjadi di perbankan. Dalam industri Pasar Modal, produk syariah semakin menemukan jati dirinya. Di kalangan perusahaan manajer investasi atau pengelola dana misalnya, sudah banyak yang menerbitkan rekasa dana syariah. Negara pun kini tidak hanya menerbitkan obligasi negara konvensional, tetapi juga menerbitkan instrumen investasi berbasis syariah seperti obligasi syariah atau yang dikenal dengan istilah sukuk.

Dijamin oleh Peraturan
Otoritas baik di perbankan, asuransi maupun pasar modal juga sangat sadar bahwa produk berbasis syariah semakin diminati masyarakat. Mengenai hal ini, Bapepam-LK memiliki peraturan yang cukup lengkap. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan produk syariah ini misalnya, Peraturan Bapepam-LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah (DES).

Juga Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah. Peraturan ini berisi bagaimana reksadana syariah harus mengelola investasinya. Dana kelolaan reksa dana syariah hanya dapat diinvestasikan pada efek yang tercantum dalam daftar efek syariah (DES).

Dalam Peraturan Nomor II.K.1 disebutkan bahwa DES adalah kumpulan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal yang ditetapkan oleh Bapepam-LK atau pihak lain yang diakui Bapepam- LK. Setidaknya ada 6 (enam) instrumen investasi yang masuk dalam DES,yakni : Surat berharga syariah yang diterbitkan oleh negara atau dikenal dengan istilah Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara.

Efek yang diterbitkan oleh emiten atau perusahaan publik yang menyatakan bahwa kegiatan usaha serta tata cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah sebagaimana tertuang dalam AD sang emiten. Sukuk yang diterbitkan oleh emiten atau perusahaan publik, termasuk obligasi syariah. Efek Beragun Aset (EBA) syariah.

Efek berupa saham, termasuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) syariah dan waran syariah. Efek syariah yang diterbitkan di luar negeri yang memenuhi prinsip-prinsip syariah di pasar modal. Dengan adanya peraturan tersebut, masyarakat mendapat jaminan bahwa efek yang masuk dalam DES benar-benar efek yang halal untuk investasi.

sumber : okezone.com



Comments (0)